Melakukan segala sesuatu itu harus dengan ilmu, kalau tidak apa yang kita lakukan tidak akan memberikan hasil yang maksimal. Karena melakukan sesuatu tanpa ilmu yang cukup hanya akan menghasilkan pemahaman yang terkesan ikut - ikutan atau bahkan terlihat seperti asal asalan tanpa aturan.
Saat ini banyak sekali muslimah yang melengkapi pakaiannya dengan kerudung. Sebenarnya kalau bicara soal kerudung, Jilbab adalah pakaian wajib bagi para muslimah. Mungkin selama ini ada pemahaman yang salah antara jilbab dan kerudung yang perlu sedikit di luruskan. Kalau bicara tentang jilbab, sebenarnya kita sedang bicara tentang pakaian yang longgar yang menutup aurat dari kepala sampai kaki, termasuk didalamnya adalah kerudung yang menutupi kepala. Kerudung yang digunakan juga kerudung yang sesuai dengan apa yang sudah di gambarkan dalam Al Qur’an, yang panjang sampai menutupi dada. An-Nuur 31 : ” Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakannya kecuali yang biasa terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya … “
Berjilbab yang ada saat ini lebih tepat kalau di kategorikan sekedar menutup kepala, tidak ada bedanya dengan memakai topi atau penutup kepala lainnya karena syarat berjilbab tidak terpenuhi. Model pakaian, jenis bahan, dan kerudung yang dipakai tidak mencerminkan berjilbab yang di tuntun oleh Allah dan RasulNya. Sehingga tidak bisa dikatakan berjilbab.Pakaiannya harus longgar tidak membentuk tubuh, kainnya cukup tebal dan tidak menampakan kulit, dan model yang tidak menyerupai pakaian pria.
Sayangnya para publik figur ikut mengacaukan ketentuan ini. Kondisi yang sudah salah kaprah menjadi semakin kacau dengan design yang di buat mengikuti trend yang ada. Banyaknya Muslimah yang mulai memakai kerudung mendorong para designer pakaian untuk ramai - ramai merancang pakaian Muslimah. Namun hanya sedikit yang masih memperhatikan syarat syar’i nya pakaian Muslimah. Selebihnya lebih memikirkan bagaimana produknya laku di pasaran. Kerudungpun di buat berbagai model dengan ukuran panjang yang berbeda-beda, mulai s,m,l sampai xl. Lagi-lagi sayangnya ukuran yang sesuai syar’i justru yang paling sedikit di produksi karena alasan pasar. Kerudung pendek dan sedang lebih di minati ketimbang kerudung dengan ukuran yang ketentuannya langsung di sebutkan olehNya dalam sebuah surat.
Kembali lagi kealasan model dan penampilan. Banyak Muslimah yang tidak lagi memperhatikan ketentuan syariah dalam menggunakan pakaiannya. Kebanyakan hanya melihat model dan corak. Tak perduli apakah pakaian yang dikenakannya sesuai dengan ketentuan syariah yang penting berkerudung bagi mereka sudah bisa di katakan berjilbab. Saat ini kita lihat para Muslimah menggunakan jilbab dengan pakaian yang biasa di pakainya sehari - hari hanya saja di lengkapi dengan kerudung. Sehari - hari pakaian yang di pakainya ketat dimana - mana, baik atasan maupun bawahannya. Tidak menutupi keindahan lekuk tubuhnya. Entah apa alasannya pakaian sehari - hari itu kemudian di lengkapi dengan kerudung.
Melihat idolanya menggunakan kerudung, banyak yang lalu ikut - ikutan berkerudung. Padahal jilbab yang digunakan kadang tidak sesuai dengan syariah. Publik figur sebenarnya bisa menjadi contoh yang baik, namun sayangnya mereka justru membuat semuanya menjadi sangat rancu. Bisa jadi karena mereka menggunakannya tanpa ilmu yang cukup tentang jilbab. Kenapa harus berjilbab, apa yang dimaksud dengan jilbab, dan syarat apa yang menyertainya. Sehingga banyak yang beranggapan bahwa apa yang mereka pakai adalah yang benar. Karena modis, dan trendy akhirnya banyak yang tergiur untuk mengikuti jejak yang salah itu.
Mereka lupa melengkapi diri dengan ilmu yang cukup mengenai jilbab. Bahwa jilbab adalah satu set pakaian yang menutupi aurat dari ujung kepala sampai ujung kaki kecuali wajah dan telapak tangan. Tidak hanya sekedar pakaian tapi ada syarat yang menyertainya, bahwa model pakaian harus longgar dan tidak menunjukan lekuk tubuh, bahanpun tidak tipis sehingga menampakan kulit, tidak boleh menyerupai pakaian laki – laki dan kerudung yang panjang menutupi bagian dada. Semua itu ada maksudnya, karena ALLAH tidak pernah memberikan sebuah peraturan tanpa maksud yang jelas.
Jilbab adalah identitas bagi para muslimah. Tidak karena sedang tren atau karena banyaknya model jilbab yang ada sekarang, tapi jilbab adalah perintah Allah dan RasulNya. Sarana ALLAH melindungi para muslimah dari segala fitnah yang berasal dari syahwat yang tak terjaga. Membuat para muslimah menjadi lebih mulia.
Di majalah - majalah Islam yang ada saat ini justru banyak di tampilkan model-model pakaian Muslimah. Menggembirakan sekaligus membuat hati sedih. Gembira karena akan banyak yang tertarik untuk berbusana muslimah, sedih karena banyak yang justru menawarkan model yang sama sekali tidak bisa di kategorikan sebagai busana muslimah yang sesuai syariah. Modelnya masih saja menonjolkan lekuk tubuh, kerudung yang di gunakan juga hanya sekedar penutup kepala, bukan sebuah rangkaian jilbab. Jilbab mulai di produksi besar - besaran. Berbagai merk, model, warna dan ukuran di tawarkan di media cetak. Menggunakan icon para artis terkenal. Namun sesuaikah dengan tuntunannya ? Jawabannya … Masih belum.
Jadi gunakanlah jilbab, bukan karena sedang trend, gunakanlah karena itu perintah ALLAH dan RASUL nya. Lengkapi dengan Ilmu yang cukup mengenainya. Bagaimana dan seperti apa seharusnya jilbab itu.
Ketika An Nur ayat 31 tentang kewajiban menggunakan jilbab itu di turunkan, para muslimah saat itu menyambutnya dengan bergegasmerobek kain yang ada di rumah rumah mereka dan menyarungkannya ke tubuh mereka sebagai jilbab. Mereka tak bertanya : mengapa ? Mereka juga tak pernah menggugat apa gunanya jilbab tersebut bagi saya ? Mereka juga tak perduli dan khawatir jilbab sederhana yang mereka kenakan saat itu hanya dari sobekan kain tak mengikuti tren busana. Semua karena keyakinan yang ada pada diri mereka, bahwa apa yang disampaikan Nabi berupa firmanNya pastilah benar juga bermanfaat dunia dan akhirat bagi mereka.
Kondisi seperti ini sudah sangat sulit di temukan. Sekalipun kewajiban berhijab tersebut telah sangat jelas tertulis dalam al Qur’an dan di terangkan melalui sunnah Rasul, tetap saja mereka yang tidak berjilbab jumlahnya jauh lebih banyak dari yang berjilbab. Berjilbab disini adalah mereka yang menggunakan jilbab sesuai dengan ketentuan syariah. Bukan mereka yang menggunakannya secara asal – asalan.
Sebagian besar dari mereka yang belum berhijab, masih menyangsikan kebenaran ayat tersebut dengan berbagai dalih. Astaghfirullah, bagaimana mungkin kita menyangsikan firmanNya yang sudah pasti benar ? Ada yang berpendapat bahwa jilbab itu adalah sekedar budaya bangsa Arab. Para Feminis mengklaim jilbab sebagai belenggu kebebasan wanita, padahal jilbab justru menjadi sebuah pakaian takwa yang melindungi pemakainya dari fitnah. Bahkan pembenaran lain yang dilakukan oleh mereka yang belum berjilbab dengan mengatakan bahwa menjilbabi hati jauh lebih penting dari sekedar jilbab fisik. Yang penting itu hatinya dulu baru kepalanya. Jelas ini adalah ucapan dari mereka yang tidak faham sepenuhnya tentang arti jilbab. Karena mengelola hati dan terus menerus melakukan perbaikan dalam sikap juga cara berfikir harus dilakukan terus menerus sepanjang hidup kita. Dan jilbab membantu kita melakukan itu semua.
Islam adalah agama fitrah. Semua isi ajarannya tidak ada yang bertentangan dengan fitrah, bahkan melindungi fitrah manusia. Memberi ruang yang cukup bagi fitrah manusia sebagai makhluk sosial untuk berinteraksi dengan sesama. Islam justru memberikan panduan agar interaksi tersebut dapat berjalan dengan baik, bermartabat, juga menjunjung tinggi nilai kemuliaan yang ada pada manusia sehingga kita tidak terperosok ke dalam kebebasan semu yang justru sangat merugikan.
Jilbab sama sekali bukan belenggu, yang membatasi gerak dan langkah muslimah untuk bermuamalah. Justru sebaliknya sebagai landasan bermuamalah agar dapat berjalan dengan lebih baik, terhindar dari fitnah dan lebih memuliakan pemakainya, yang dalam ajaran Islam disebut saddudz dzara’i atau tindakan preventif. Menjaga kesucian, menutup pintu – pintu maksiat dan kemudharatan, dan mencegah berhembusnya fitnah.
Bagi laki – laki aturan menutup aurat sangat sederhana, hanya perlu menutupi bagian tubuh antara pusar hingga lutut. Namun tidak begitu halnya bagi perempuan yang seluruh tubuhnya adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan.
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri – istrimu, anak – anak perempuanmu dan istri – istri orang Mukmin : ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka tidak di ganggu. ALLAH maha Pengampun dan lagi Maha Penyayang.” (QS Al- Ahzab : 59.). Ayat tersebut masih di lengkapi dengan ketentuan lain sehubungan dengan menutup aurat :
- Pakaian yang di kenakan tidak boleh ketat sehingga memperlihatkan bentuk tubuh.
- Tidak terlalu tipis atau transparan, sehingga memperlihatkan lekuk – lekuknya
- Tidak menyerupai pakaian laki – laki
- Tidak meniru pakaian wanita kafir
- Tidak menggunakan wewangian yang mencolok dan menimbulkan syahwat.
- Tidak berlebihan dan menimbulkan kesombongan juga bukan untuk menarik perhatian orang lain.
Dalam perkembangannya beberapa golongan mulai melakukan pendangkalan jilbab sebagai sebuah formalitas kosong belaka. Padahal di dalam ketentuan itu terdapat semangat dan ruh untuk menjaga kesucian kaum wanita. Sebagian golongan mengatakan bahwa esensi berjilbab adalah sekedar kesopanan dalam berpakaian, yang paling penting adalah kefahaman terhadap standar kepantasan umum dan pembentukan akal budi. Sama dengan mereka yang beranggapan bahwa menjilbabi hati lebih penting daripada menjilbabi lahir. Sebenarnya Islam justru mengajarkan keseimbangan dalam berbagai hal, dalam hal inipun Islam memberi perhatian yang seimbang antara kepentingan memperbaiki diri dan menutup aurat. Keduanya saling mempengaruhi dan sama pentingnya dalam kehidupan manusia.
Kita lihat saat ini wanita berjilbab telah menjadi pemandangan sehari – hari. Lagi – lagi, sayangnya, kebanyakan dari mereka menggunkannya tanpa ilmu yang cukup. Filosofi jilbab belum di pahami secara utuh oleh pemakainya. Jilbab hanya sekedar trend pakaian dan mode belaka. Padahal di dalam jilbab terselip fungsi ta’lim (pengajaran), tazkiyah (penyucian), tarbiyah (pembinaan), tashfiyah (pemurnian cara pandang) juga tarqiyah (peningkatan kualitas kepribadian). Dari kurangnya ilmu tentang jilbab, kita lihat begitu banyak Muslimah berjilbab yang masih bebas bergaul dengan laki – laki yang bukan mahramnya, bergandengan tangan, berboncengan, berdua – duaan juga mereka yang menggunakan pakaian sexy namun berkerudung. Jangan sampai kita tergolong orang – orang yang masuk dalam indikator sebuah kemunafikan. Nau’dzubillahi min dzalik !
Dengan bekal pengetahuan yang cukup tentang syariat jilbab, tak ada lagi alasana bagi para orang tua Muslim untuk tidak memberi perhatian dan pengajaran yang cukup kepada putrinya untuk menyempurnakan pakaian takwanya sejak dini. Para orang tua tidak perlu mengekang putrinya namun mereka perlu mengendalikan hati dan pikirannya agar mengenal agama beserta segala aturannya dengan benar. Menanamkan kecintaan kepada ALLAH dan RASULNYA sejak dini, sama dengan memperkuat akar putra – putri mereka. Bila akarnya kuat, insya ALLAH akan kokoh dan tak mudah di ombang ambingkan angin. Jadi, sebaiknya mulailah memperkenalkan jilbab di rumah kita, selagi mereka masih kecil dan ajarkan mereka mencintai pakaiannya. Tidak perlu memaksa, namun membiasakannya serta memberi contoh akan lebih efektif.
Bagaimana mungkin seseorang bisa menjadi orang yang beriman kalau ia enggan mengikuti perintah Allah swt ?
Sumber : http:www.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar